Ekspresikan Diri dalam Wujud Keshalihan

Agar Tak Ada yang Layu Sebelum Berkembang

Jumat, 28 Januari 2011

Semua Terasa Biasa

Aku pikir apa yang kusaksikan sekarang adalah sebuah hal yang hanya ada di film-film atau cerita-cerita fiksi belaka.Tapi, kenyataannya tidak !Berat rasanya menuliskan ini semua…tapi, biarlah ini menjadi pelajaran yang paling berharga bagi semua saudariku yang membacanya dan utamanya bagi diriku sendiri.

Sebut saja namanya “M”..seorang gadis yang tahun ini genap berusia 23 tahun. Aku berpikir bahwa dialah gadis yang beruntung di dunia ini. Selain memiliki kecantikan fisik yang di atas rata-rata, dia juga berasal dari lingkungan yang berkecukupan dari segi materi.Mau minta apa saja pasti dengan cepat tersedia dan semuanya serba beres karena ada pembantu 24 jam yang siap melayani.Ibaratnya semua hal yang menjadi impian gadis sepertinya telah ia raih.

Tapi ternyata, kecantikan fisik dan materi yang tak pernah kurang tak menjamin seseorang akan memiliki sifat dan tingkah laku yang rupawan juga seperti wajahnya.Tak jarang terdengar dari bibirnya yang mungil ungkapan-ungkapan kasar yang menyakitkan hati orang lain bahkan orang tuanya sendiri. Jika disampaikan padanya seribu kalimat maka dengarlah dia akan punya sejuta jawaban yang siap memekakkan telinga orang yang mendengarnya dan orang lain pun hanya bisa beristigfar di dalam hati.

Ketersediaan pembantu yang siap siaga pun juga membuatnya menjadi tidak mandiri untuk melakukan hal sekecilpun bahkan untuk kepentingannya sendiri. Dia hanya bisa meneriaki pembantunya untuk melakukan apa yang diperintahkannya.Pembantunya yang sudah lelah raganya ikut tertekan pula jiwanya karena yang didengarnya tiap hari hanyalah suara-suara kasar.Sering terdengar keluh kesah dari pembantunya tentang keinginannya untuk hengkang dari istana itu karena sudah tidak tahan dengan segala beban berat pekerjaan yang diterima. Sebanyak apapun pekerjaan yang diberikan tapi hati tenang mengerjakannya tanpa adanya teriakan-teriakan kasar tentu masih bisa membuat sang pembantu bertahan. Tapi, kenyataannya tidak…sang pembantu hanya bisa memendam laranya sendiri.

Lalu bagaimana dengan penampilan gadis “M” tadi ?tentu saja penampilannya tak jauh berbeda dengan apa yang biasa ditampilkan dimedia cetak maupun elektronik sekarang ini yang katanya gaul, ngetren n moderen.Dengan rambut yang di cat pirang, wajah yang bermake up tebal, baju transparan yang dengan jelas memperlihatkan (maaf) pakaian dalamnya dan terkadang dengan belahan dada rendah yang jika menunduk maka terlihatlah sebagiannya, celana jeans ketat bahkan memakai celana pendek yang lebih cocok dipakai sebagai pakaian dalam serta sepatu atau sandal highhells, tak ketinggalan pula tatto di belakang leher pun semakin menambah identitasnya sebagai seorang yang “moderen”.

Dia seakan terhipnotis oleh budaya-budaya yang semakin membuatnya lupa bahwa dunia ini hanyalah bersifat sementara.Apalagi ditunjang dengan pergaulannya dengan sahabat karibnya yang juga berpenampilan yang tak jauh berbeda dengannya. Maka lihatlah, bagaimana dia dengan santainya berjalan bercampur baur dan jelas bukan mahramnya di tengah malam dan baru pulang menjelang subuh atau bahkan pagi sekalipun. Dimana mereka menghabiskan malam-malam mereka???

Gadis “M” juga tak bisa lepas dari rokok, entah berapa bungkus yang mampu dia habiskan dalam sehari dan sebagian besar teman-temannya juga mempunyai kebiasaan yang sama. Tentu, pulang di pagi hari membuat ritme kehidupannya tak seperti kebanyakan orang yang bekerja di pagi hari dan tidur di malam hari. Mereka malah sebaliknya, tidur dari pagi sampai sore dan beraktivitas di malam hari. Lihat sajalah…jam 2 siang mereka masih nyenyak dengan mimpi-mimpi mereka berbungkuskan selimut tebal di kamar yang berAC.

Jika ingin mencari mereka tentu adalah perkara yang sangat mudah….carilah mereka di tempat-tempat dugem atau tempat nongkrong yang paling ngetop di kota ini…maka suara riuhnya tawa mereka akan jelas terdengar.Atau kalau tidak ketemu juga maka carilah mereka di salah satu rumah lain gadis “M” yang tak ada yang menempati, tak ada orang tua yang mengawasi disana. Sudah pasti tentunya, semua teman-teman “M” dan termasuk “M” juga bebas dan liar melakukan apa saja sesuai apa yang dikehendakinya. Ujung-ujungnya yang merana adalah pembantunya, karena keesokan harinya dia yang harus tergopoh-gopoh bermandikan keringat untuk membersihkan dan merapikan rumah tersebut seperti sedia kala.

Jangankan di rumah yang tak ada yang mengawasi sekalipun…di rumah lain yang ada orang tua yang mengawasi sekalipun mereka seakan cuek tak peduli.Sungguh membuat hati miris, orang tuanya pun seakan telah biasa melihat tingkah anaknya dan seakan tak berdaya takluk di bawah kaki gadis “M”. Jika anaknya pulang jam 4 subuh atau jam 2 malam dan si ibu yang membukakan pintu, tak pernah sekalipun si ibu marah-marah atau menangis melihat anaknya ataupun menasehati anaknya yang berkelakuan seperti itu, hanya biasa saja, seolah tak ada hal aneh yang terjadi.

Tak pernah juga orang tuanya marah-marah atau menegur anaknya yang sering membawa pacarnya yang notabene bukan muhrimnya masuk ke dalam kamarnya, hanya berdua-duaan.Tak pernah pula orang tuanya menegur anaknya yang berpakaian serba mini untuk bepergian keluar rumah.Semuanya tak pernah…tak pernah !.

Aku masih terperangah..ketika sang ibu dengan santainya membangunkan pacar sang gadis “M” untuk pergi ke kantor di kamar anak gadisnya sendiri…sungguh di luar akal sehatku dan ayah si gadis juga seakan menutup mata melihat semua itu!

Ya..Allah…aku terperangah bukan main melihat apa yang kusaksikan ini…siapa yang patut untuk disalahkan dengan kejadian yang kusaksikan ini???Aku hanya bisa mengingat sebuah pelajaran tentang pendidikan anak dari sebuah blog seorang kawan. Begini kira-kira isinya…Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki Pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh. Faktor-faktor ini secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan lebih keras.

Akhirnya..apa yang sekarang terjadi…benih telah ditanam dan akan menuai hasil yang sangat memalukan…gadis “M” positif hamil …dan dengan santainya dia malah mengaku bahwa ini adalah kehamilannya yang kedua, kehamilan pertamanya telah dia gugurkan karena dia merasa belum siap dengan segala resikonya bersama pacar keturunan Cinanya..

Syukurlah..di kehamilan keduanya ini..dia membuang jauh-jauh pikiran jahatnya untuk menyingkirkan janinnya dan akan segera menikah dengan pacaranya 2 bulan lagi.Apa tanggapan orang tuanya..??? kembali biasa saja, seolah-olah apa yang terjadi pada anaknya adalah sesuatu hal yang lumrah…Astagfirullah….

Sekarang semuanya sibuk untuk mempersiapakan pernikahan sang gadis “M”….bukan main….

Semoga cerita di atas membuka mata kita semua bahwa inilah yang terjadi pada generasi-generasi muda kita, mereka terlibas oleh kerasnya arus modernisasi yang membutakan hati-hati mereka, memperdaya mereka sehingga terlupa ada Allah yang Maha Mengetahui…dan semoga pula dapat memberikan ibrah bagi kita untuk senantiasa mendekatakan diri kepada Allah..sadarilah …Ibarat sesorang yang diberi amanah pada suatu pekerjaan , nanti amanah tersebut diakhir tugas akan di minta pertanggungjawabannya.Begitu juga dengan diri kita ini , menurut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam nanti kita akan di minta pertabggungjawabkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Ada 4 hal nantinya yang harus kita pertanggungjawabkan ;dimana pertanggung jawaban diminta tak bisa kita elakan tak bisa kita dustai dan tak bisa kita main-mainkan seperti pertanggunghjawaban didunia

1. Umur ; Kemana umur yang diberikan oleh Allah nantinya akan ditanya oleh Allah. Untuk apa sajakah umur yang diberikan oleh Allah kita gunakan . Umur kita hakikatnya bertambah tapi usia kita berkurang.Maka dari itu mari lah kita manfaatkan umur kita untuk jalan yang diridhai oleh Allah. Supaya nanti jika diminta pertanggungjawaban umur kita bisa menjawab dengan baik. Sesungguhnya beruntunglah orang yang panjang umurnya dan banyak perbuatan baiknya.

2. Anggota Badan ,Seluruh anggota badan kita mulai dari kepala sampai kaki nanti akan diminta pertanggungjawabannya. Untuk apa ia digunakan ?Mata kita apa sudah digunakan untuk melihat yang baik – baik , tangan dan kaki kita juga . Karena sesungguhnya nanti pada Hari akhir nanti tangan dan kaki kita akan berbicara tentang apa yang dia berbuat , dan tidak ada satupun yang bisa ia dustakan

3. Ilmu , Dalam hidup ini kita diwajibkan menuntu ilmu .Setelah kita mendapatkan ilmu maka ilmu yang kita peroleh itu nantinya juga diminta pertanggungjawabkan , untuk apa ilmu itu kita gunakan , sudahkah ilmu itu kita gunakan untuk hal yang bermanfaat?

4. Harta .Harta merupakan suatu nikamat yang dianugrahkan oleh Allah . Harta yang diberikan oleh Allah sudahkah kita peroleh dengan cara yang halal , dan sudahkah kita gunakan untuk kebaikan?Karena dalam harta yang kita peroleh tersebut ada sebagaian hak orang lain didalamnya. Maka harta yang besar akan meminta pertanggungjawaban yang besar pula.

Maka sudahkah terbayang oleh kita bagaimana laporan pertanggungjawabkan kita nantinya kepada Allah???...

Wallahu ‘alam…

“terperangah dalam sebuah tempat yg menguji kesabaranku”

Jumat, 21 Januari 2011

Saudariku....dimana harga dirimu ?

Saudariku...
Apa yang sedang terjadi dengan kalian semua ? mengapa dunia ini terasa menyesakkan dengan tingkah laku kalian yang seolah-seolah menganggap bahwa Allah tidak melihat apa yang telah kalian perbuat ?
Kalian seperti merasa bahwa tidak ada yang akan mengetahui perbuatan hina kalian walaupun malaikat sekalipun !
Aku tidak tahu apa yang sedang ada dalam pikiran dan hati nurani kalian. Kalian seperti punya otak tapi tak menggunakan otak itu untuk mempertimbangkan baik buruknya sesuatu dan halal atau haramnya sesuatu itu di mata Allah. Kalian berpendidikan tapi seperti seorang yang buta huruf. Aku lebih bersimpati dan menaruh rasa hormatku kepada mereka yang tak pernah sekolah tapi masih mampu menjaga akhlak dan moralnya daripada diri kalian yang secuil pun tak memiliki itu semua.
Sungguh, aku selalu bertanya di dalam hatiku...apa yang membuat kalian menjadi seperti liar layaknya b******* ?begitu mudahnya kalian membuat pengakuan-pengakuan yang membuat orang lain terhenyak tanpa ada rasa penyesalan dan perasaan berdosa sedikitpun. Seolah semua itu adalah sesuatu hal yang lazim.
Ya Allah...aku hanya bisa beristigfar atas apa yang mereka lakukan...tak takutkah mereka dengan azab yang akan ditimpakan oleh Allah baik di dunia maupun di akhirat ??? mereka merasa seperti akan hidup seribu tahun lagi dan ingin menghabiskan masa mudanya dengan hidup berfoya-foya.
Saudariku...kembalilah ke jalan Tuhanmu....bertobatlah dengan yang sebenar-benarnya..

Sabtu, 07 Agustus 2010

Saudariku...Dengarkanlah ini...

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Ukhtifillah yang dirahmati Allah..
Alhamdulillah..suatu kesyukuran tersendiri kita bisa mengadakan hari bersama ini…dan pada kesempatan ini saya ingin berbagi sesuatu yang insya Allah bisa mengingatkan diri-diri kita akan sebuah hal yang terkadang kita anggap remeh namun tanpa kita sadari hal itu justru bisa membuat problem yang besar yang bisa menjadi kerikil tajam dalam perjalanan dakwah ini….
Ukhtifillah…
Banyak kebersamaan yang hancur akibat perselisihan dan pertikaian antar sesama muslim. Bahkan, persahabatan atau pernikahan yang hanya lingkup kecil dari kebersamaan terkadang berakhir dengan perpisahan dan perceraian. Coba lihat kehidupan orang kafir, di antara mereka saja bisa saling melindungi. Lalu mengapa di antara sesama muslim masih terjadi pertentangan dan permusuhan?
Kebersamaan tidak bersifat material, tapi merupakan dimensitas perasaan antar sesama yang hanya bisa disentuh oleh kasih sayang. Walaupun sebagian muslim telah menyadari bahwa antara orang Islam itu bersaudara, tapi mereka belum mengerti hakikat persaudaraan dalam Islam. Maka penting sekali untuk mengetahui bagaimana tips menjalin kasih sayang dalam persaudaraan sesama muslim.
Pertama, sesama muslim tidak mencela dan mencibir saudaranya ketika melihat kelemahan dan kekurangannya. Ali bin Abu Thalib berkata, “Jangan engkau bersedih karena ucapan-ucapan orang yang dilontarkan tentangmu, karena jika yang mereka katakan itu benar, itu adalah hukuman yang dilaksanakan di dunia sebagai pengganti di akhirat nanti atas perbuatanmu yang salah di dunia ini. Dan jika yang mereka katakan itu tidak benar, maka itu adalah sebuah pahala yang engkau peroleh tanpa engkau mengusahakannya.”
Kedua, terhadap sesama muslim hendaklah saling berendah hati, bersabar dan memaafkan kesalahan dan kekhilafan saudaranya. Adapun jika berbuat salah maka seorang muslim harus berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf atasnya. Bila merasa malu untuk meminta maaf secara langsung, maka mintalah bantuan kepada saudara yang lainnya untuk menyampaikan permintaan maaf kita atau melalui surat.
Ketiga, sesama muslim tidak memuji saudaranya ketika melihat kelebihan yang dimiliki oleh saudaranya itu. Suka memuji pada saudara sendiri bukanlah sebuah ungkapan kasih sayang sejati, karena hal itu akan membuat dirinya ujub dan sombong. Perbuatan ini sungguh dibenci Rasulullah dan para sahabatnya.
Keempat, sesama muslim saling menolong saudaranya ketika terperosok ke dalam perbuatan dosa. Ketika menolong atau memberi nasehat janganlah di depan umum. Karena akan membuat dirinya enggan menerima nasehat akibat dipermalukan, walaupun dia tahu nasehat itu benar. Hormatilah dirinya di depan umum dan tegurlah dia di kala sendirian.
Kelima, balaslah perbuatan baik dengan yang lebih baik. Seringlah memberikan hadiah kepada saudara kita, karena akan menimbulkan kecintaan dan menghilangkan kedengkian serta kejengkelan di hati. Jika saudara kita memberi hadiah, maka janganlah menolaknya walaupun kita sudah memiliki yang labih baik dari pada apa yang dia hadiahkan. Hal ini demi menghargai niat baik dan menjaga hatinya.
Keenam, berhati-hatilah ketika timbul keinginan untuk memiliki sesuatu begitu kuat. Jika yang mendapatkannya saudara kita, maka biasanya perasaan iri dan dengki padanya akan muncul, “Mengapa yang mendapat dia bukan saya?” Ingatlah semua itu yang membagi adalah Allah. Jika kita menyandarkan diri kepada apa yang Allah pilihkan, maka tidak akan pernah mengharap apa yang tidak Allah pilihkan bagi kita.
Ketujuh, tetaplah berprasangka baik kepada saudara seiman, hingga datang kepada kita suatu berita atau bukti yang mengubah prasangka itu. Janganlah kita ikut menyebarkan suatu berita, sementara kita sendiri belum yakin akan kebenarannya. Berusahalah menjaga lidah kecuali untuk segala hal yang baik, dengan demikian kita dapat mengalahkan syaitan.
Kedelapan, sesama muslim saling menutupi aib saudaranya. Jika melihat atau mendengar saudara sesama muslim sedang menggunjing saudara muslim yang lain, maka hentikanlah perbuatannya. Rasulullah memberi kabar gembira kepada orang yang mau membela saudaranya yang sedang digunjing, “Barangsiapa yang membela saudaranya yang sedang digunjingkan, maka orang itu berhak dibebaskan oleh Allah dari neraka” (HR. Ahmad).
Kesembilan, tiada bentuk ikatan persaudaraan yang lebih kuat daripada ikatan yang dirajut dari benang cinta dan benci karena Allah semata. Jika dalam hati kita terdapat perasaan benci atau suka kepada seseorang, maka kembalikan segala sesuatunya kepada tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah. Jika amal perbuatannya dipuji dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka kasih sayangilah dia. Sebaliknya jika perilakunya dibenci dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka jauhilah untuk sementara waktu hingga dia memperbaiki perilakunya. Hal ini agar kita tidak membenci dan menyukai seseorang dengan hawa nafsu, karena hawa nafsu itu akan menyesatkan kita dari jalan Allah.
Demikianlah…tulisan ini…semoga bisa memberikan manfaat kepada kita semua…
Amin Ya Rabbal A’lamin….
Saudarimu yang mencintaimu karena Allah…

Selasa, 03 Agustus 2010

Lagu Rindu untuk Sebuah Ukhuwah

Di sini kita pernah bertemu
Mencari warna seindah pelangi
Ketika kau menghulurkan tanganmu
Membawaku ke daerah yang baru
Dan hidupku kini ceria

Kini dengarkanlah
Dendangan lagu tanda ikatanku
Kepadamu teman
Agar ikatan ukhuwah kan
Bersimpul padu

Kenangan bersamamu
Takkan ku lupa
Walau badai datang melanda
Walau bercerai jasad dan nyawa

Mengapa kita ditemukan
Dan akhirnya kita dipisahkan
Munkinkah menguji kesetiaan
Kejujuran dan kemanisan iman
Tuhan berikan daku kekuatan

Mungkinkah kita terlupa
Tuhan ada janjinya
Bertemu berpisah kita
Ada rahmat dan kasihnya
Andai ini ujian
Terangilah kamar kesabaran
Pergilah derita hadirlah cahaya

Kadang, qt tak menyadari. Bhwa qt punya harta b'harga. Qt punya ukhuwah yg istimewa & berbeda.Ukhuwah yg m'jadikan jiwa2 yg saling b'jauhan t'rasa dekat di hati. Ukhuwah yg m'goreskan seulas senyum dikala hati kadang sdg gundah & ukhuwah yg m'buat qt teringat akan sahabat dlm tiap doa qt walau mungkin tak pernah jumpa. Indahnya ukhuwah, membuat qt slalu mengingat saudara qt yg m'derita di belahan dunia lain di sana

Apa Susahnya Tabayyun ???


qcopas tulisan ini dari catatan seorang ukhti....
goresan penanya begitu mengena dengan kondisi yaang kualami
walaupun tak mirip dengan musibah yang terjadi padaku
suatu keadaan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya..
kekecewaan yang begitu berat terasa membuatku harus banyak belajar sabar
seseorang yang harus jadi teladanku ternyata memutarbalikkan fakta
yang membuatku semakin tak berdaya dan semakin terasa kerdil
tatapan mata yang aneh menghujamku tajam...
suara-suara lirih dibelakangku...
sungguh membuatku benar-benar kecewa
mereka....
mereka...
tak bisa mengamalkan ilmu yang diperolehnya...
Aku hanya bisa berdoa....agar aku selalu diberi kesabaran dan tak hanya menangisi apa yang terjadi padaku....dan diberikan ganti yang terlebih baik....Amin Ya Rabb

>>>>>>>>
ukhti, ana tidak sangka ternyata anti berpacaran..kenapa ukhti?anti kan seorang akhwat…dah tau ilmunya kan?"

"ukhti, kamu ga kerja amanahmu gara-gara melakukan sesutu yang ga bermanfaat ya…ckckc..ukhti..ukhti.."
"eh tau ga..si ukhti ini gini loh..dia gini..bla..bla..bla.."

Miris sekali terasa jika lontaran-lontaran kalimat tersebut dikeluarkan oleh saudari-saudari kita sendiri..
Saudari yang selalu bersama kita, berjuang di jalan dakwah..
Hanya karena mendengar berita-berita bohong dan tidak jelas dari mulut-mulut orang tidak bertanggung jawab, mereka dengan relanya berburuk sangka kepada saudarinya sendiri..
“Jauhilah oleh kamu sekalian prasangka, sebab prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Dan lebih parah, jika kalimat-kalimat itu diucapkan di depan orang yang banyak…
Apakah itu dikatakan sebuah nasehat???
Seorang imam syafi'I saja mengatakan bahwa beliau tidak akan ridho jika dinasehati di depan orang banyak… apatah lagi jika hanya seorang akhwat yang mempunyai hati yang lemah,yang terkadang lebih sering lalai…

saudariku tidak sadarkah engkau telah menyakiti saudarimu???
Walupun engkau merasa bahwa itu adalah sebuah candaan, tapi apakah kau tidak pernah beprfikir tentang perasaan saudarimu jika di candai seperti itu???

Saudariku…
Kalian adalah seorang penuntut ilmu, yang tahu ilmu tentang tabayyun..
Dirimu telah menuntut ilmu sejak lama..
Dirimu pun selalu menasehati adik-adik dan orang-rang awam yang berada di sekitarmu tentang pentingnya tabayyun itu..
Lantas, mengapa sikap tabayyun itu tidak kau aplikasikan ketika mendengar berita yang simpang siur tentang saudarimu??

Apakah susah bertabayyun??
Mengapa engkau lebih senang ketika saudari-saudarimu itu diberikan "cap" yang jelek dari orang lain..?
Kenapa bukan kamu saja yang langsung mengklarifikasi berita yang kau dapatkan itu kepada saudarimu secara langsung?? Malah kau dengan mudahnya menyebarkan kabar yang belum pasti tersebut kepada yang lainnya..
Cobalah lihat Ayat alloh dalam alqur'an tentang tabayyun
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs. al-Hujurat [49]: 6)

Saudariku..taukah dirimu?? Hanya 2 hal yang kau akan terjatuh dalam perkara ini…
Jika bukan fitnah…maka engkau telah menggibahi saudarimu…
Belumkah cukup ayat-ayat alloh dalam alqur'an dan hadits-hadits rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ghibah??? Tentang fitnah?? Apakah itu belum cukup wahai saudariku..??

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Hujurat [49]: 12).

“Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ghibah?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Kamu menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” “Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang terjadi pada saudaraku.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah membohongkannya.” [HR. Abu Dawud].

Saudariku..cukuplah hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita untuk senantiasa menjaga lisan-lisan kita,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Janganlah kamu sekalian banyak bicara, kecuali untuk dzikir kepada Allah. Sebab, banyak bicara pada selain dzikir kepada Allah akan menyebabkan kerasnya hati, dan orang yangpaling jauh dari sisi Allah Subhanahu wa ta'ala adalah orang yang keras hatinya.” [HR. at-Tirmidzi].

Dalam sebuah riwayat yangdiketengahkan oleh Imam at-Tirmidzi dijelaskan bahwa kunci untuk meraih keluhuran jiwa adalah menjaga lisan. Mu’adz ra berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah beritahukan kepada saya amal perbuatan yang dapatmemasukkan saya ke dalam sorga dan menjauhkan dari neraka?” Beliau bersabda: “Kamu benar-benar menanyakansesuatu yang sangat besar. Sesungguhnya hal itu sangat mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, yaitu:
Hendaklah kamu menyembah kepada Allah dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatuapapun, mendirikansholat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadlan, dan berhaji ke Baitullah bila kamu mampu menempuh
perjalanannya.” Selanjutnya, beliau bersabda, “Maukah engkau aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalahperisai, shadaqah dapat menghilangkan dosa seperti halnya air memadamkan api, dan sholat seseorang pada tengahmalam.” Beliau lantas membaca ayat yang artinya, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa
kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, serta mereka menafkahkan sebagian rizki yang telah Kamiberikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu bermacam-macam
nikmat yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Lalu, beliau bertanya kembali, “Maukah engkau aku tunjukkan pokok dan tiang dari segala sesuatu dan puncak keluhuran?” Sayaberkata, “Baiklah ya Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Pokok segala sesuatu adalah Islam, tiangnya adalah sholat,
dan puncak keluhurannya adalah berjuang di jalan Allah.” Kemudian beliau bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkantentang kunci dari kesemuanya itu?” Saya menjawab, “Tentu ya Rasulullah.” Beliau lantas memegang lidahnya seraya
berkata, “Peliharalah ini.” Saya berkata, “Ya Rasulullah, apakah kami akan dituntut atas apa yang kami katakan?” Beliaubersabda “Celaka kamu, bukankah wajah manusia tersungkur ke dalam neraka, tidak lain karena akibat lidah mereka?”
[HR. at-Tirmidzi].

Ukhtifillah..ini hanyalah sebuah nasehat buatmu, juga buatku… semoga kita senantiasa menjaga lisan-lisan kita, marilah menumbuhkan sikap tabayyun dalam diri kita, karena boleh jadi orang yang kita ghibahi ataupun kita fitnah, tidak ridho akan kelakuan kita dan akan menuntut perbuatan kita di hari Pembalasan Kelak… wal iya'udzubillah…
Dengan segenap rasa cintaku kepada kalian, aku minta maaf jika telah berbuat salah kepada kalian… sesungguhnya aku mencintai kalian karena alloh… semoga ukhuwah ini tidak akan pernah retak hanya karena sebuah lidah yang tak bertulang…wallohu a'lam

Tutuplah Aib Saudaramu


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh….

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam beserta keluarganya dan para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya

Saudariku Muslimah yang kucintai karena Allah…

Hari ini kita dipertemukan kembali di dalam suasana yang sedikit berbeda dari tarbiyah biasanya…kita biasa menyebutnya dengan nama “Hari Bersama”. Di hari bersama ini pun ada salah satu agenda yang sangat kita nanti-nantikan yakni bertukar hadiah dengan menyelipkan sepenggal nasehat bagi kita semua. Mudah-mudahan hadiahku ini berkenan di hatimu.

Saudariku muslimah…

Aku ingin berbagi denganmu sebuah taushiyah dari seorang akhwat di belahan bumi lain yang sarat akan makna. Mungkin tulisannya ini terkesan biasa-biasa saja dan sudah sering terdengar di telinga kita. Namun, sebagai hamba yang dhaif mungkin kita sering terlupa sehingga tanpa sadar lisan-lisan kita menjerumuskan kita ke dalam hal-hal yang sangat dibenci oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Inilah isi taushiyahnya :

Saudariku yang dirahmati oleh Allah…

Bagi kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja putri, bergunjing membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar. Bahkan di mata mereka terbilang remeh, ringan dan begitu gampang meluncur dari lisan. Seolah-olah obrolan tidak asyik bila tidak membicarakan kekurangan orang lain. “Si Fulanah begini dan begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”. Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”

Perbuatan seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan menekankan untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan merahasiakan aib orang lain.

Ketahuilah wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan kesalahan orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang tidak memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka manusia pun menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang yang memiliki aib namun mereka menahan diri dari membicarakan aib manusia yang lain, maka manusia pun melupakan aib mereka.”1

Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:
Pertama: Seseorang yang tertutup keadaannya, tidak pernah sedikitpun diketahui berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka tidak boleh menyingkap dan menceritakannya, karena hal itu termasuk ghibah yang diharamkan. Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan kejelekan di kalangan orang-orang yang beriman. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ

Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi tersebarnya perbuatan keji2 di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat…. (An-Nur: 19)

Kedua: Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan, tanpa malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain. Maka membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus diterangkan keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari kejelekannya. Karena bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekannya, dia akan semakin bernafsu untuk berbuat kerusakan, melakukan keharaman dan membuat orang lain berani untuk mengikuti perbuatannya3.

Saudariku muslimah…

Engkau mungkin pernah mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

Siapa yang melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….” (HR. Muslim no. 2699)

Bila demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib saudaranya sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak dikenal suka berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’alaakan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat.

Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang bisa memberinya hukuman. Jika ia seorang istri maka disampaikan kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika ia seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir-nya (kepala sekolah). Demikian seterusnya.

Yang perlu diingat, wahai saudariku, diri kita ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ

Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya5. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:

يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ

Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725, 1/581)

Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:

مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ

Alangkah agungnya engkau dan besarnya kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah darimu.”7

Karena itu saudariku… Tutuplah cela yang ada pada dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup. Dengan engkau menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup celanya di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” (HR. Muslim no. 6537)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Catatan kaki:
1
Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291).
2 Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh dalam perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar.
3
Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal. 120), Qawa’id wa Fawa`id minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312).
4
Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391).
5 Yakni lisannya menyatakan keimanan namun iman itu belum menancap di dalam hatinya.
6 Yang dimaksud dengan aurat di sini adalah aib/cacat atau cela dan kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia. (
Tuhfatul Ahwadzi)